GPPJEMBER.COM: Menjadi petani milenial ternyata bukan hal yang mudah. Selain lahan yang semakin menyempit, cuaca yang tidak bisa diprediksi, ternyata masih ada tantangan petani yakni problem harga dan cara mendapatkan pupuk.
Hal ini dialami oleh Mariyadi, 35th, yang ditemui kemarin (8/2/2024) di pinggiran sawah wilayah Desa Jambearum, mengaku sangat kesulitan mendapatkan pupuk subsidi. Jatah yang didapatkan Mariyadi, tidaklah cukup untuk kebutuhan lahannya, menurutnya untuk satu hektar lahan, ia hanya mendapatkan 115 kg urea dan 70 kg pupuk NPK.
Hal ini kemudian memicu petani terpaksa membeli pupuk abal-abal dengan kemasan dan nama yang mirip dengan pupuk bersubsidi. Kendati demikian, hasilnya tidak sesuai harapan. Selain itu, ada juga petani yang terpaksa membeli pupuk non subsidi dengan harga 3 kali lipat.
Menurut Muslim, pemilik kios pupuk bersubsidi juga mengalami kesulitan untuk membagikan pupuk kepada petani, karena makin ketatnya aturan yang dikeluarkan Pemerintah. Adanya peraturan terbaru, petani yang namanya masuk dalam Sistem elektronik Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (e-RDKK) harus datang langsung ke kios tanpa diwakilkan dan berfoto di lokasi dengan membawa KTP.
Sedangkan kondisi di lapangan, semua petani yang datang ke kiosnya ingin mendapatkan jatah yang cukup dan merata. Belum lagi adanya penyebab lain yakni adanya peraturan baru dalam sistem penebusan pupuk yang saat ini beralih menggunakan aplikasi i-Pubbers, aplikasi yang membantu merekap penyaluran pupuk bersubsidi. Hal ini jelas membuat sistem penebusan pupuk makin rumit. Dan jumlah alokasi pupuk yang diterima Kabupaten Jember tahun ini juga berkurang hingga 50 persen. (Rits)
0 Komentar