(Foto: Petugas satpol PP saat membantu seorang disabilitasmenaiki tangga di Gedung Pemda Jember)
GPPJEMBER.COM: Rabu (31/1/2024) saya mendampingi Kusbandono Ibrahim Penyandang Disabilitas cerebral palsy yang menggunakan kursi roda untuk menemui Hadi Sasmito selaku Sekretaris Daerah (Sekda) di Sekretariat Daerah (Setda) Jember. Sesampai di loby kantor Setda, kami kesulitan menuju ruang kerja Sekda karena belum ada fasilitas ram (permukaan landai yang menyatukan dua permukaan yang memiliki perbedaan ketinggian) atau lift. Ketiadaan fasilitas ram dan lift menyebabkan dibutuhkannya bantuan untuk mengangkat kursi roda melewati tangga menuju ruangan Sekda. Kebutuhan ini saya sampaikan kepada petugas yang berjaga di loby, namun ternyata petugas menyampaikan bahwa tidak ada yang bisa membantu karena semua Satpol PP sedang ada kegiatan di luar, sehingga tidak ada yang bisa membantu. Beruntung Kusbandono mengenal baik Kepala Satpol PP Jember, sehingga bisa menghubungi melalui telfon untuk menyampaikan hambatan yang dialaminya. Hasilnya beberapa saat setelah berkomunikasi dengan Kepala Satpol PP Jember, datanglah tiga orang Satpol PP untuk membantu Kusbandono melewati tangga, dan menurut penjelasan mereka ternyata masih berada di area Setda.
Sesampainya di lantai dua, ternyata ada petugas jaga yang
menurut pengamatan saya sebenarnya bisa membantu dengan mengajak staf atau
office boy lainnya untuk membantu Penyandang Disabilitas yang tidak bisa
melewati tangga, tidak harus Satpol PP.
Saat bertemu dengan Sekda, Hadi Sasmito, kami
menyampaikan hambatan yang dialami oleh Kusbandono sebagai penyandang
disabilitas. Menrespon apa yang kami sampaikan, Hadi Sasmito menyampaikan bahwa
sebenarnya ada niatan dari Pemda Jember untuk membangun lift agar ada
aksesibilitas bagi Penyandang
Disabilitas.
Namun, menurutnya niatan tersebut tidak dapat direalisasikan karena akan ada peraturan
lain yang dilanggar. Namun mengenai peraturan apa kami belum sempat menanyakan,
hal ini perlu ada klarifikasi lagi.
Sulitnya Penyandang Disabilitas dalam mengakses gedung Setda
tentu menjadi sangat ironis, mengingat
Kabupaten Jember sudah memiliki Peraturan Daerah (Perda)
yang mengatur jaminan dan pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas, yaitu Perda
Nomor 7
Tahun 2016 Tentang Pelindungan dan Pemenuhan Hak-Hak Penyandang Disabilitas
dan Perbup
Nomor 69 Tahun 2017 Tentang Pelaksanaan Perda Kabupaten Jember No. 7 Tahun
2017 tersebut.
Semua hak Penyandang
Disablitas
diatur dalam dua peraturan tersebut, termasuk hak aksesibilitas. Aksesibilitas
dalam UU No 8 Tahun 2016 dimaknai sebagai kemudahan yang disediakan bagi Penyandang Disabilitas guna
mewujudkan kesamaan kesempatan (Pasal 1 Ayat 8). Aksesibilitas dalam Perda No 7
Tahun 2016 Pasal 1 Ayat 18 didefinisikan sebagai kemudahan yang disediakan
bagi Penyandang
Diabilitas
dan orang sakit guna mewujudkan kesamaan dalam segala aspek kehidupan dan
penghidupan. Hak aksesibilitas untuk Penyandang Disabilitas meliputi 2
hak, yaitu : a. hak mendapatkan aksesibilitas untuk memanfaatkan fasilitas
publik; dan b. hak mendapatkan akomodasi yang layak sebagai bentuk
aksesibilitas bagi individu. Adapun yang dimaksud dengan akomodasi yang layak
adalah modifikasi dan penyesuaian yang tepat dan diperlukan untuk menjamin
penikmatan atau pelaksanaan semua hak asasi manusia dan kebebasan fundamental untuk
Penyandang Disabilitas berdasarkan kesetaraan (Pasal 1 Ayat 9 UU No. 8 Tahun
2016).
Aksesibilitas penggunaan fasilitas umum yang wajib
diwujudkan dan wajib difasilitasi oleh Pemerintah Daerah adalah; bangunan
gedung; jalan; permukiman; pertamanan dan permakaman; dan transportasi publik
(Pasal 140 Ayat 1 dan 2, Perda Jember No. 7 Tahun 2016). Diantara bentuk aksesibilitas bagi Penyandang Disabilitas, khususnya terkait dengan hambatan yang dialami
Kusbandono, adalah
berupa Ram.
Ram merupakan salah satu fasilitas yang dibutuhkan oleh Penyandang
Disabilitas pengguna kursi roda agar dapat mengakses ruangan secara mandiri
tanpa bergantung kepada orang lain. Selain ram, aksesibilitas bisa berupa lift
yang tujuannya sama yaitu memudahkan Penyandang Disabilitas untuk mengkases atau menuju ke suatu
tempat.
Mengacu kepada UU no 8 Tahun 2016 Pasal 1 Ayat 3, Perda
Jember No. 7 Tahun 2016 Pasal 1 Ayat 20,
dan Perbup Jember No. 69 Tahun 2017 Pasal 1 Ayat 19, maka hambatan yang dialami
oleh Kusbandono sebagai Penyandang Disabilitas masuk kategori diskriminasi.
Dalam tiga peraturan tersebut, diskriminasi didefinisikan sebagai setiap
pembedaan, pengecualian, pembatasan, pelecehan, atau pengucilan atas dasar
disabilitas atau peniadaan pengakuan, penikmatan, atau pelaksanaan hak
Penyandang Disabilitas. Sementara amanah Undang-Undang No. 8 Tahun 2016
termasuk peraturan turunannnya melarang setiap orang menghalang-halangi atau
melarang Penyandang Disabilitas untuk mendapatkan hak-haknya, termasuk hak
aksesibilitas. Bagi yang melakukannya, telah diatur sanksi administratif dan
sanksi pidana sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam UU No. 8 Tahun 2016
maupun Peraturan turunannya, yaitu Perda No.7 tahun 2016.
Sementara gedung Setda belum menyediakan ram ataupun
lift, maka harusnya pemenuhan hak aksesibilitas Penyandang Disabilitas masih
bisa dilakukan, diantaranya dengan menyediakan pendamping atau petugas yang
selalu siap membantu saat ada Penyandang Disabilitas membutuhkan. Tidak harus
petugas Satpol PP, tapi semua staf yang ada di gedung tersebut harus mengetahui
apa yang harus dilakukan saat ada warga Jember Penyandang Disabilitas yang
datang ke gedung Setda. Ada pemahaman tentang pengarusutamaan Penyandang
Disabilitas sesuai dengan amanah Pasal 185 Perda Jember No. 7 Tahun 2016.
(Fann)
0 Komentar