gppjember.com - Perjuangan hak perempuan bukan dalam hitungan kali atau hari, tapi sepanjang hidup. Bukan urusan perempuan saja, namun semua orang. Jadi selama belum ada keadilan untuk perempuan, selama budaya patriarkhi masih bercokol kita perlu memperjuangkan penghapusannya bersama-sama hingga visi kita tatanan masyarakat yang setara dan adil bagi semua terwujut.
Patriarki adalah sebuah sistem sosial yang menempatkan laki-laki sebagai sosok otoritas utama yang sentral dalam organisasi sosial. Laki-laki diposisikan lebih tinggi dari pada perempuan dalam segala aspek kehidupan sosial, budaya dan ekonomi. Konsep pikiran tersebut kemudian mewujut dalam budaya sehari-hari, budaya patriarki. Pemikiran dan budaya patriarki menjadi akar masalah dan berdampak buruk yang luas, mengakibatkan munculnya berbagai bentuk ketidak-adilan dan tindak kekerasan terhadap perempuan.
Bentuk-bentuk ketidak adilan terhadap perempuan antara lain dominasi, diskriminasi, marginalisasi, subordinasi, stigmatisasi, beban ganda, dll. Ketidak-adilan tersebut menjadi penyebab munculnya berbagai tidak kekerasan terhadap perempuan, antara lain kekerasan fisik, kekerasan psikis, pembatasan akses, kekerasan seksual hingga perdagangan manusia.
Sekolah perempuan Mandiri (SPM) menjadi sebuah wadah untuk para perempuan belajar tentang hak-hak perempuan dan cara memperjuangkannya. Para pembelajar juga mengkaji dan menyuarakan ketidak adilan terhadap perempuan. Di SPM pembelajar berlatih mengurai persoalan dan mencari jalan keluar terbaik. Bersama menyusun alternatif solusi atau langkah perjuangan yang akan dilakukan untuk terlaksananya hak perempuan guna menekan angka kekerasan terhadap perempuan.
Sekolah Perempuan Mandiri diselenggarakan di kelas yang tak dibatasi oleh tembok dinding. Para pembelajar tidak hanya belajar di ruang kelas dalam artian gedung sempit berbatas dinding, namun kelas SPM juga diselenggarakan di ruang-ruang terbuka bersama masyarakat. Pembelajaran pernah dilaksanakan di lingkungan masyarakat adat Tengger di lereng Gunung Bromo, di lingkungan masyarakat pesisir Puger Jember, di lokasi piloting program USAID MADANI yaitu Kelurahan Wirolegi dan Karangrejo, di ruang siar RRI Jember, dll.
Para pembelajar di SPM difasilitasi untuk menjadi pembelajar mandiri. Seorang pembelajar mandiri akan terus belajar di sepanjang langkah kakinya, di manapun ia berada. Proses belajar tidak hanya saat berinteraksi dengan fasilitator, justru semua pembelajar adalah fasilitator itu sendiri dalam artian membantu proses belajar. Sehingga di SPM dikembangkan agar setiap pembelajar bisa menjadi pembelajar mandiri di masa depannya.
Para pembelajar mandiri bisa menyusun langkah-langkah belajar secara mandiri maupun berkelompok. Yaitu bisa menentukan sendiri:
1. Materi yang ingin dipelajari
2. Cara belajar yang digunakan
3. Waktu yang dipilih
4. Sumber belajar yang dibutuhkan
5. Referensi dan nara sumber yang dirujuk
6. Praktik penerapan hasil belajar
7. Refleksi dan evaluasi untuk perbaikan proses belajar ke depan
Alih-alih menunggu pembelajaran dari orang lain di dalam kelas tertutup, para pembelajar Mandiri bisa merancang sendiri pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan masing-masing di mana saja tempat yang memungkinkan mereka untuk belajar. Dengan demikian ruang kelas pembelajaran bisa di sebarang tempat bersama masyarakat luas. Bisa dikatakan bahwa para pembelajar di SPM mempunyai ruang kelas raksasa. Bahwa semua orang adalah guru, dan alam raya merupakan sekolahnya.
Pengalaman adalah guru terbaik. Di Sekolah Perempuan Mandiri semua belajar bagaimana menghargai pengalaman perempuan sebagai bagian dari ilmu pengetahuan. Bahwa pengalaman sehari-hari seorang perempuan adalah sumber belajar yang otentik yang penting untuk diakui sebagai penyokong berdirinya sebuah pengetahuan bagi perempuan. Di SPM proses belajar bisa dimulai dari hal kecil yang dialami sehari-hari. Misalnya mengapa perempuan ibu rumah tangga yang memasak di rumah dianggap melakukan pekerjaan sepele dan tak dihargai, sementara koki laki-laki sangat dihormati karena dianggap mengerjakan pekerjaan hebat yang bermartabat. Padahal mereka melakukan pekerjaan yang sama yaitu sama-sama memasak untuk menunjang keberlangsungan kehidupan.
Kita seringkali menganggap bahwa perempuan lebih emosional, padahal belum tentu seperti itu. Dan karena emosi lebih sering dilekatkan pada perempuan yang notabene menjadi warga kelas dua dalam organisasi masyarakat patriarkis maka emosi menjadi terdegradasi posisinya menjadi marginal juga. Dipandang buruk dan merugikan. Dan sebaliknya hal-hal buruk seringkali dilekatkan pada perempuan. Padahal emosi merupakan hal penting dalam kehidupan sama pentingnya dengan logika. Bahwa manusia membutuhkan emosi untuk menikmati kehidupan, untuk mengekspresikan jiwa, untuk membangun empati dan menumbuhkan solidaritas sebagai makhuk sosial.
Dalam membangun ilmu pengetahuan, di SPM mencoba merangsang kepekaan para pembelajar baik dari segi logika maupun dari segi emosi. Harapannya para pembelajar bisa berkembang menjadi pribadi pemimpin yang mandiri dan peka dalam pengambilan keputusan. Pemimpin yang bisa berpikir logis untuk mencari solusi dari persoalan yang ada dan setiap solusi didasari oleh empati terhadap setiap manusia yang terlibat dan terdampak.
Jika selama ini ada pendapat yang berkembang bahwa pemimpin itu harus tegas. Dan sebuah keputusan itu pasti ada dampak positif dan negatifnya. Tidak selalu demikan, karena itu adalah tipologi kepemimpinan yang dikembangkan oleh dunia yang maskulin. Pemimpin adalah pribadi egaliter yang mempunyai kepekaan hati nurani dan berpihak pada yang rentan. Ia membangun kolaborasi untuk mencari solusi persoalan yang berdampak luas bagi masyarakat. Pemimpin tidak selalu harus menjadi pejabat publik. Setiap manusia adalah pemimpin untuk dirinya sendiri dan masyarakat di lingkungannya. Bagaimana perempuan bisa mengambil keputusan terbaik untuk dirinya serta berdampak untuk orang-orang di sekitarnya, itu juga merupakan bentuk kepemimpinan. Bahwa setiap perempuan bisa mengembangkan potensinya masing-masing dan mendedikasikannya pada masyarakat. Perempuan yang selama ini ditekan dan diseragamkan nantinya akan menjadi bagian dari sejarah kelam saja. Perempuan yang merdeka dan mandiri akan bisa memberi kontribusi bagi kehidupan yang jauh lebih baik di manapun ia berada.
Akan halnya para pembelajar Sekolah Perempuan Mandiri, saat ini mereka telah mengembangkan dirinya masing-masing di berbagai tempat. Dengan berbekal pemahaman yang telah dimiliki serta empati yang diasah mereka dengan inisiatif sendiri melakukan advokasi persoalan perempuan yang ada di sekitar mereka sehingga berdampak.
Kehidupan perempuan, yang banyak diabaikan hingga ia dianggap layak dipetik untuk penghias jambangan. Sebenar-benarnya perempuan mempunyai banyak keistimewaan sekaligus tantangan. Alih-alih merutuk karena berat dan bertubinya persoalan yang mesti dihadapi, perempuan selayaknya bersukacita merayakan keperempuanannya dalam kemerdekaan, keberagaman dan keunikannya. Daya juang perempuan yang luar biasa merupakan kekayaan surgawi yang dianugerahkan ke Bumi.
Sekolah Perempuan Mandiri menjadi sebuah jalan bagi perempuan menuju lembah subur pengertian, saling berbagi dan menguatkan serta saling bekerjasama antar perempuan. Ia dibangun guna mengantarkan perempuan marginal dari keterpurukan untuk menjadi pemimpin kehidupan.
Kemandirian dalam pengambilan keputusan menjadi kunci kemerdekaan perempuan. Baik kemandirian dalam pengambilan keputusan untuk diri sendiri, keputusan di ranah domestik maupun di wilayah publik.
Sekolah Perempuan Mandiri mendukung perempuan untuk mandiri dalam pengambilan keputusan. Beri udara segar bagi jiwa raganya agar mereka bisa bersemi, bertunas, merindang dan mengakar dengan karya-karya baiknya. Saatnya perempuan ambil bagian untuk menjadikan dunia lebih baik bagi semua manusia.
Persebaran aktivitas para pembelajar SPM:
1. Mega Silvia (jurnalis Radar Jember): semula menjadi jurnalis untuk menulis kegiatan Bupati, sekarang Mega menulis artikel tentang perempuan di Radar Jember, menjadi content creator utk isu perempuan, menjadi fasilitator Kampung Remaja Sehat (KRS).
2. Dhea Anggraini (mahasiswa Polije): semula mahasiswa biasa, sekarang menjadi satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di kampus, menjadi content creator utk isu perempuan, fasilitator KRS.
3. Rita Puji Lestari (petani, penyintas KDRT): sekarang menjadi paralegal di LBH Jentera Perempuan, menjadi content creator isu perempuan, aktif melakukan advokasi kasus kesehatan reproduksi di kecamatan Balung.
4. Mariana Oktavia (pelaku UMKM): sekarang aktif mendampingi pemberdayaan ekonomi perempuan UMKM agar mandiri ekonomi dan mandiri dalam pengambilan keputusan, menjadi fasilitator KRS, menjadi paralegal LBH Jentera Perempuan, menjadi narasumber kampanye isu kesehatan reproduksi di RRI Jember.
5. Rosalia Purwanti (guru): sekarang aktif melakukan kampanye pencegahan bullying dan kekerasan seksual untuk siswa di sekolah, aktif menulis untuk isu kesehatan reproduksi, aktif melakukan advokasi kasus kesehatan reproduksi di kecamatan Balung bersama Rita, menerbitkan buku puisi tentang kehidupan perempuan.
6. Istifaroh (paralegal): sekarang percaya diri untuk menangani kasus besar kekerasan seksual yang melibatkan kyai, menjadi fasilitator KRS, menjadi content creator untuk isu perempuan, terlibat pada kegiatan musrenbang kecamatan Sumbersari.
7. Noviyanti Pratiwi (mahasiswa): sekarang menjadi anggota satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Unipar Jember, menjadi fasilitator KRS.
8. Lailatul Lailina Ulfa (mahasiswa): sekarang menjadi peer konsultan kekerasan seksual di Unipar, aktif menulis isu kesehatan reproduksi, menjadi content creator untuk isu remaja.
9. Firda Puspitasari (Remaja Penggerak kelurahan Wirolegi): sekarang menjadi remaja penggerak KRS di Kelurahan Wirolegi, menjadi nara sumber siaran kesehatan reproduksi remaja di RRI Jember. Integrasi nilai nilai yang berinteraksi bersama Sekolah Perempuan Mandiri (SPM) dan Kampung Remaja Sehat (KRS) sudah nampak. Firda sekarang membantu remaja remaja di Wirolegi untuk mendapatkan Kartu Indonesia Pintar (KIP) agar remaja remaja tidak lagi putus sekolah.
10. Berlina Tyas (mahasiswa): terlibat dalam peningkatan kapasitas Remaja Penggerak di Wirolegi dan Karangrejo terkait ketrampilan remaja. Berlina punya ketrampilan membuat poster dan fotografi. Membimbing remaja penggerak membuat poster kampanye tentang kesehatan reproduksi remaja. Aktif di PSG Unej.
11. Tiara Pricilia (mahasiswa akhir), setelah kelas SPM berakhir dia memilih pulang ke Surabaya karena kuliah tinggal skripsi. Namun tetap keep contact dan menjadi educator sebaya. Jika ada kasus kekerasan yang menimpa teman temannya ia mendampingi teman temannya yang menjadi korban atau menghubungkan dengan LGPP Jember.
12. Ismi Dahlia (Pendamping UMKM Dinas koperasi Jatim Anggota Pasar Kita), karena kesibukan kerja di Dinas Koperasi tidak terlibat dalam pengorganisasian di Kampung Remaja Sehat setelah kelas SPM usai. Namun mengaplikasikan nilai nilai/ materi di lingkungan pekerjaannya dan di Pasar Kita. Ismi memastikan kebutuhan perempuan ketika rapat dan penyelenggaraan event (pameran, bazaar) terpenuhi. Misal, rapat siang hari, jaga stand untuk ibu ibu pada pagi sampe sore, tidak sape larut malam, dll. Dia juga turut mendampingi dan menghubungkan Pelaku UMKM yang bermasalah hukum ke LGPP Jember. (Sri Sulistiyani & Yamini)
0 Komentar