Masalah stunting adalah salah satu isu penting dalam dunia kesehatan anak-anak yang masih menjadi perhatian besar, di negara negara berkembang,
khususnya anak-anak di Indonesia
Berdasarkan laporan dari Badan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), estimasi ada sekitar 149 juta balita yang mengalami stunting di seluruh dunia pada tahun 2020, sementara 45 juta anak lainnya diperkirakan memiliki tubuh terlalu kurus atau berat badan rendah.
Stunting adalah masalah tumbuh kembang anak yang ditandai dengan tinggi badan anak yang rendah, sedangkan berat badannya mungkin normal sesuai dengan usianya. Anak dikatakan stunting bila tinggi badannya tidak bertambah signifikan sesuai dengan usianya atau bila dibandingkan dengan tinggi badan yang anak itu dapatkan saat baru lahir.
Gangguan tumbuh kembang anak tersebut biasanya diakibatkan oleh gizi buruk (malnutrisi), infeksi berulang, dan stimulasi atau perawatan psikososial yang tidak memadai pada anak dari 1000 hari pertama sejak pembuahan sampai usia dua tahun.
Masalah stunting atau anak yang kerdil tentu akan berdampak buruk bagi kehidupan anak, termasuk gangguan sistem kekebalan tubuh, gagal tumbuh, masalah fungsi otak dan perkembangan organ, rentan infeksi, gangguan fisik dan mental, serta mengancam produktivitas dan fungsi hidup di masa depan.
Berikut ini gejala stunting berdasarkan WHO (World Health Organization/Organisasi Kesehatan Dunia):
1.Memiliki tinggi badan yang rendah.
2. Tumbuh lebih lambat dari yang seharusnya.
3. Perkembangan lambat seperti dalam bicara, berjalan, tumbuh gigi, atau tahapan bayi normal lainnya.
Hal tersebut dapat disebabkan oleh kekurangan nutrisi pada bayi dalam waktu lama, kurang ASI, infeksi berulang, atau penyakit kronis yang menyebabkan masalah penyerapan nutrisi dari makanan. Faktor risiko stunting juga akibat pola asuh yang tidak memadai dari sejak bayi di dalam kandungan, di mana ibu hamil mungkin memiliki masalah kesehatan atau tidak memenuhi nutrisi janin selama kehamilan.(ritsajalah)
0 Komentar