Foto: Youtube GPP Jember TV
GPPJEMBER.COM: Kekerasan yang terjadi di manapun, baik di tingkat keluarga, desa, daerah, nasional, bahkan dunia, korbannya selalu saja perempuan. Termasuk mereka yang masih dikategorikan sebagai anak. Pelakunyapun beragam. Laki-laki perorangan, perempuan perorangan, hingga kelompok.
Berbagai macam kasus kekerasan terhadap anak (KTA) sudah banyak dilaporkan. Meski tak dapat ditepis bahwa masih banyak kasus pula yang tidak sampai dilaporkan dan terdata secara resmi.
Menurut World Health Organization (WHO), penggolongan usia anak adalah 0 sampai 17 tahun. Jika kekerasan terjadi pada anak di bawah usia 18 tahun maka dimasukkan kategori KTA. Baik laki-laki atau perempuan.
Pernyataan bahwa korban KTA mayoritas menimpa anak perempuan bukanlah opini semata. Berbagai sumber data menyimpulkan demikian. Entah itu kekerasan fisik, psikis, seksual, penelantaran, trafficking (perdagangan anak), eksploitasi, anak berkonflik dengan hukum (ABH), ataupun jenis kekerasan lainnya. Dari tahun ke tahun.
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) RI mencatat bahwa pada 2016 sebanyak 2.786 kasus KTA adalah laki-laki dan 11.754 perempuan. Persentasenya sangat jauh. 80,84 persen KTA adalah mereka yang berjenis kelamin perempuan.
Berbeda dengan pelaku. Yang malah didominasi oleh laki-laki. Tercatat sebanyak 9.338 (90,64 persen) pelaku kasus KTA adalah laki-laki, sedangkan 964 (9,36) adalah pelaku perempuan.
Hal serupa juga ada di dalam rekapitalisasi data Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Jember.
Pada rentang 2020 hingga 2022, persentase kasus KTA yang dilaporkan paling tinggi terjadi kepada anak perempuan. Pada 2020 sebanyak 79,01 persen, 2021 naik 80,64 persen. Sedangkan per Oktober 2022 tercatat 79,01 persen. (Mega Sil)
0 Komentar