JEMBER, GPPJEMBER.COM - Salah satu pekerjaan rumah yang harus segera dikerjakan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Jember adalah tingginya angka kematian ibu dan bayi baru lahir yang pada tahun 2020 menduduki peringkat pertama di propinsi Jawa Timur. Bukan hanya pemerintah kabupaten saja, hal ini merupakan tanggung jawab dari elemen masyarakat.
Pada tahun 2020, Plt Kepala Dinas Kesehatan Jember Dyah menyebutkan tahun 2019 tercatat 47 kasus kematian ibu. Kabupaten Jember menduduki peringkat ke tiga sebagai kabupaten dengan AKI terbanyak di Propinsi Jawa Timur. Bahkan pada tahun 2020 berdasarkan data resmi Dinas Kesehatan yang disampaikan Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan kabupaten Jember, Bapak Asrah Joyo Widono pada diskusi Bersama Forum Jember Sehat (Forum Jember Sehat (FORJES)) bulan 4 Desember 2020 lalu, AKI di Jember meningkat hingga 61 kasus. Dengan sebaran kasus tertinggi di Kecamatan Ajung dan Sumbersari.
Forum Jember Sehat (FORJES) sebagai forum yang menjadi wadah Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) di Kabupaten Jember telah mendiskusikan akar masalah tingginya angka kematian ibu dan Bayi baru Lahir di Kabupaten Jember. Berikut adalah rangkuman dari akar masalah tingginya Angka Kematian Ibu dan bayi baru lahir di Kabupaten Jember:
1. Akses Rujukan. Akar masalah pada akses rujukan karena ketidaktahuan masyarakat tentang alur 3. sistem birokrasi RS yang disebabkan dari informasi tidak tersampaikan secara jelas kepada masyarakat. Hal ini terjadi karena cara penyampaian informasi menggunakan metode yang tidak dapat dipahami masyarakat, tidak menarik dan menggunakan media yang terbatas atau media yang dipakai kurang beragam dan tidak dapat dijangkau oleh masyarakat. Sehinggga perlu dicari bagaimana agar 3penyampaian alur birokrasi dapat dijangkau oleh masyarakat.
2. Akses Pembiayaan. Permasalah pada akses pembiayaan adalah ibu hamil kesulitan mengakses Jampersal (Jaminan Persalinan), karena administrasi dianggap rumit, syarat pengurusan cukup berat, harus ada KTP, KK, surat keterangan dari desa. Sedangkan untuk mengurus keterangan desa ada syarat harus sudah melunasi PBB yang menjadi target pendapatan desa. Diharapkan desa dapat memaksimalkan dalam pengalokasian dana desa untuk membantu ibu hamil.
3. Kualitas Pelayanan. Permasalahan pada kualitas pelayanan adalah pelayanan belum terintegrasi dengan baik antar penyedia layanan. Kemudian sistem yang terbentuk untuk mendorong tersedianya pelayanan yang terintegtasi belum berjalan maksimal. Juga kurang optimalnya stakeholder kesehatan dalam menciptakan sistem yang baik. Masalah lain adalah lemahnya monitoring dan evaluasi terhadap sistem layanan kesehatan yang sudah ada sebelumnya. Kurangnya pelatihan yang kontinyu tentang peningkatan SDM tenaga kesehatan yang berbasis pada kebutuhan pasien. Dan minimnya regulasi khusus untuk peningkatan SDM. Perlu dicari solusi bagaimana cara mendorong lahirnya regulasi untuk peningkatan SDM tenaga kesehatan yang baik.
4. Akses ke Layanan. Permasalahan akses ke layanan adalah masyarakat belum mengetahui tentang ambulance desa, dalam arti informasi tentang ambulan desa belum tersampaikan dan terjangkau ke masyarakat. Hal ini terjadi karena belum bisa memanfaatkan media yang ada dan hanya melaksanakan sosialisasi dari Puskesmas dan belum mengikutsertakan mayarakat. Perlu ditemukan cara bagaimana membantu menyosialisasikan ambulan desa.
5. Sosial Budaya. Masyarakat tidak mau mengakses ke layanan kesehatan karena beranggapan bahwa hamil adalah kodrat wanita dan hal yang biasa. Jadi hamil tidak membutuhkan layanan kesehatan. Hal ini terjadi karena rendahnya pengetahuan dan pemahaman masyarakat tentang ANC (pemeriksaan ibu hamil), Kesehatan reproduksi dan usia perkawinan yang pas. Penyebabnya adalah kurangnya sosialisasi tentang kehamilan, masyarakat tidak terlibat dalam peningkatan pengetahuan. Juga belum ada program kebijakan yang mengatur tentang pelibatan masyarakat dalam sosialisasi kesehatan reproduksi dan pernikahan anak. Bagaimana memastikan ada kebijakan/program yang mengatur keterlibatan masyarakat dalam sosialisasi tentang kesehatan reproduksi, pernikahan anak dan kehamilan. (Yamini)
0 Komentar